Gunung Semeru atau
Sumeru adalah
gunung
berapi tertinggi di
Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676
meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal
dengan nama Jonggring Saloko.
Semeru mempunyai kawasan
hutan
Dipterokarp Bukit,
hutan
Dipterokarp Atas,
hutan
Montane, dan
Hutan
Ericaceous atau hutan gunung.
Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten
Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55'
BT.
Pada tahun
1913
dan
1946
Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 M hingga
akhir November
1973.
Disebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran
lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro di
Lumajang.
Jembatan di jalan lewat selatan Semeru (1937)
Ranu Regulo di tahun 1930-an
Diperlukan waktu sekitar empat hari untuk mendaki puncak gunung
Semeru pulang-pergi. Untuk mendaki gunung semeru dapat ditempuh lewat
kota
Malang atau
Lumajang. Dari terminal kota
malang kita naik angkutan umum menuju desa Tumpang. Disambung lagi
dengan Jip atau Truk Sayuran yang banyak terdapat di belakang pasar
terminal Tumpang dengan biaya per orang Rp.20.000,- hingga Pos Ranu
Pani.
Sebelumnya kita mampir di Gubugklakah untuk memperoleh surat izin,
dengan perincian, biaya surat izin Rp.6.000,- untuk maksimal 10 orang,
Karcis masuk taman Rp.2.000,- per orang, Asuransi per orang Rp.2.000,-
Dengan menggunakan Truk sayuran atau Jip perjalanan dimulai dari
Tumpang menuju Ranu Pani, desa terakhir di kaki semeru. Di sini terdapat
Pos pemeriksaan, terdapat juga warung dan pondok penginapan. Bagi
pendaki yang membawa tenda dikenakan biaya Rp 20.000,-/tenda dan apabila
membawa kamera juga dikenakan biaya Rp 5.000,-/buah. Di pos ini pun
kita dapat mencari porter (warga lokal untuk membantu menunjukkan arah
pendakian, mengangkat barang dan memasak). Pendaki juga dapat bermalam
di Pos penjagaan. Di Pos Ranu Pani juga terdapat dua buah danau yakni
Ranu
Pani (1 ha) dan
Ranu Regulo
(0,75 ha). Terletak pada ketinggian 2.200 mdpl.
Setelah sampai di
gapura "selamat datang", perhatikan terus ke kiri ke
arah bukit, jangan mengikuti jalanan yang lebar ke arah kebun penduduk.
Selain jalur yang biasa dilewati para pendaki, juga ada jalur pintas
yang biasa dipakai para pendaki lokal, jalur ini sangat curam.
Jalur awal landai, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan
tumbuhan alang-alang. Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi
terdapat tanda ukuran jarak pada setiap 100m. Banyak terdapat pohon
tumbang, dan ranting-ranting diatas kepala.
Setelah berjalan sekitar 5 km menyusuri lereng bukit yang banyak
ditumbuhi bunga
edelweis,
lalu akan sampai di Watu Rejeng. Di sini terdapat batu terjal yang
sangat indah. Pemandangan sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit,
yang ditumbuhi hutan
cemara dan
pinus.
Kadang kala dapat menyaksikan kepulan asap dari puncak semeru. Untuk
menuju
Ranu Kumbolo masih harus menempuh jarak sekitar 4,5 Km.
Di Ranu Kumbolo dapat didirikan tenda. Juga terdapat pondok pendaki
(shelter). Terdapat danau dengan air yang bersih dan memiliki
pemandangan indah terutama di pagi hari dapat menyaksikan matahari
terbit disela-sela bukit. Banyak terdapat ikan, kadang burung
belibis liar.
Ranu Kumbolo berada pada ketinggian 2.400 m dengan luas 14 ha.
Dari Ranu Kumbolo sebaiknya menyiapkan air sebanyak mungkin.
Meninggalkan Ranu Kumbolo kemudian mendaki bukit terjal, dengan
pemandangan yang sangat indah di belakang ke arah danau. Di depan bukit
terbentang
padang
rumput yang luas yang dinamakan oro-oro ombo. Oro-oro ombo
dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan yang sangat indah,
padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus seperti di
Eropa. Dari balik Gn. Kepolo tampak puncak Gn. Semeru menyemburkan asap
wedus gembel.
Selanjutnya memasuki hutan cemara di mana kadang dijumpai
burung dan
kijang.
Daerah ini dinamakan Cemoro Kandang.
Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m, disini dapat mendirikan
tenda untuk beristirahat. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi
hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun.
Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri
pinggiran hutan Kalimati dengan menempuh jarak 1 jam pulang pergi. Di
Kalimati dan di Arcopodo banyak terdapat
tikus gunung.
Untuk menuju Arcopodo berbelok ke kiri (Timur) berjalan sekitar 500
meter, kemudian berbelok ke kanan (Selatan) sedikit menuruni padang
rumput Kalimati. Arcopodo berjarak 1 jam dari Kalimati melewati hutan
cemara yang sangat curam, dengan tanah yang mudah longsor dan berdebu.
Dapat juga kita berkemah di Arcopodo, tetapi kondisi tanahnya kurang
stabil dan sering longsor. Sebaiknya menggunakan kacamata dan penutup
hidung karena banyak abu beterbangan. Arcopodo berada pada ketinggian
2.900m, Arcopodo adalah
wilayah
vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya akan melewati bukit
pasir.
Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati
bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Sebagai panduan
perjalanan, di jalur ini juga terdapat beberapa bendera segitiga kecil
berwarna merah. Semua barang bawaan sebaiknya tinggal di Arcopodo atau
di Kalimati. Pendakian menuju puncak dilakukan pagi-pagi sekali sekitar
pukul 02.00 pagi dari Arcopodo.
Siang hari angin cendurung ke arah utara menuju puncak membawa gas
beracun dari Kawah Jonggring Saloka.
Pendakian sebaiknya dilakukan pada musim kemarau yaitu bulan Juni,
Juli, Agustus, dan September. Sebaiknya tidak mendaki pada musim hujan
karena sering terjadi badai dan tanah longsor.
Di puncak Gunung Semeru (Puncak Mahameru) pendaki disarankan untuk
tidak menuju
kawah
Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan,
karena adanya
gas beracun
dan aliran
lahar.
Gas beracun ini dikenal dengan sebutan
Wedhus Gembel (
Bahasa
Jawa yang berarti "
kambing gimbal", yakni kambing yang berbulu seperti
rambut gimbal) oleh penduduk setempat. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4
- 10 derajat
Celsius, pada puncak musim
kemarau minus 0 derajat Celsius, dan dijumpai
kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama pada siang, sore dan
malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember - Januari sering
ada badai.
Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung
Semeru yang masih aktif. Pada bulan November
1997 Gunung
Semeru
meletus sebanyak 2990 kali. Siang hari arah
angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang hari di puncak,
karena gas beracun dan letusan mengarah ke puncak.
Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan
300-800 meter. Material yang keluar pada setiap letusan berupa
abu,
pasir,
kerikil,
bahkan batu-batu panas menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki
terlalu dekat. Pada awal tahun
1994 lahar
panas mengaliri lereng selatan Gunung Semeru dan telah memakan beberapa
korban jiwa, walaupun pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok
menuju ke
laut
ini menjadi tontonan yang sangat menarik.
Soe Hok Gie, salah seorang tokoh
aktivis Indonesia
dan
mahasiswa
Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, meninggal di
Gunung Semeru pada tahun
1969 akibat menghirup asap beracun di Gunung Semeru.
Dia meninggal bersama rekannya,
Idhan
Dhanvantari Lubis.
Secara umum iklim di wilayah gunung Semeru termasuk type iklim B (
Schmidt
dan Ferguson) dengan curah hujan 927 mm - 5.498 mm per tahun dengan
jumlah hari hujan 136 hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan
November - April. Suhu udara dipuncak Semeru berkisar antara 0 - 4
derajat celsius.
Suhu rata-rata berkisar antara 3°c - 8°c pada malam dan dini hari,
sedangkan pada siang hari berkisar antara 15°c - 21°c. Kadang-kadang
pada beberapa daerah terjadi hujan salju kecil yang terjadi pada saat
perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Suhu yang dingin
disepanjang rute perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara
diam tetapi didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini
menyebabkan udara semakin dingin.
[sunting] Taman nasional
Ranu Darungan di tahun 1920-an
Gunung ini masuk dalam kawasan
Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah
seluas 50.273,3 Hektar. Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera
Gn.Tengger antara lain; Gn.Bromo (2.392m) Gn. Batok (2.470m) Gn.Kursi
(2,581m) Gn.Watangan (2.662m) Gn.Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah
danau (
ranu):
Ranu Pani,
Ranu Regulo,
Ranu Kumbolo dan
Ranu
Darungan.
Flora yang berada di wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya
tetapi banyak didominir oleh pohon cemara,
akasia,
pinus, dan jenis
Jamuju. Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominir oleh
Kirinyuh,
alang-alang,
tembelekan,
harendong dan Edelwiss putih, Edelwiss yang
banyak terdapat di lereng-lereng menuju puncak Semeru. Dan juga
ditemukan beberapa jenis
anggrek
endemik yang hidup di sekitar Semeru Selatan.
Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain :
macan kumbang,
budeng,
luwak,
kijang,
kancil,
dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat belibis yang masih hidup liar.
[sunting] Pendaki pertama
Litografi
berdasarkan lukisan
Abraham Salm dengan pemandangan desa dan latar
belakang Gunung Semeru (1865-1872)
Orang pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet (1838) seorang
ahli geologi berkebangsaan
Belanda
dari sebelah barat daya lewat Widodaren, selanjutnya Junhuhn (1945)
seorang ahli botani berkebangsaan Belanda dari utara lewat gunung
Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Tahun 1911 Van Gogh dan
Heim lewat lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan
lewat lereng utara melalui Ranupane dan Ranu Kumbolo seperti sekarang
ini.
[sunting] Legenda gunung Semeru
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna
Tantu Pagelaran yang berasal dari
abad
ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas,
terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk
memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung
Meru di India
ke atas Pulau Jawa.
Dewa
Wisnu
menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu
dipunggungnya, sementara Dewa
Brahma
menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan
badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.
Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau
yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat
gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas.
Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa. Ketika gunung
Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan
jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur.
Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih
tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari
gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini
membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung
Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa
Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang
Siwa datang
ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon
Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.
Lingkungan geografis pulau Jawa dan
Bali memang
cocok dengan lambang-lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada
kepercayaan tentang Gunung
Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat
bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara bumi
(manusia) dan Kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang
masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman
Dewata,
Hyang, dan
mahluk halus.
Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung
di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para
dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara
tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang
menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji
itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat
Tirta suci.